Aku berpikir kalau inilah waktu yang tepat untuk menyampaikan keinginan Ria pada mbak Amy. Hati kecilku merasa dengan segala kebesaran hatinya, mbak Amy pasti mau menerima niat baik Ria.
"Mbak, tadi sore Ria kemari. Dia meminta aku untuk mempertemukannya dengan mbak. Aku belum memberitahu dia kalau mbak adalah tetanggaku, " jelasku perlahan, "apakah kira-kira mbak mau bertemu denan Ria?"
"Ada keperluan apa, ya dik?"
"Ini tentang Gilang dan ke 2 puteri Ria mbak. Kalau Gilang anak Robby, itu artinya puteri-puteri Ria adalah adik Gilang. Ria ingin mempertemukan kakak beradik itu sebelum terjadi hal-hal yaang tidak diinginkan."
"Hal-hal yang tidak diinginkan bagaimana?"
"Ah mbak Amy, kayak tidak tahu aja. Sekarang kan banyak tuh cerita, kakak pacaran sama adik, karena awalnya tidak saling kenal...."
"Oh... mbak tidak terpikir sampai situ." ucapnya sambil tersenyum malu.
"Jadi, mbak mau ya ketemu Ria?"
"Apa kira-kira pertemuan ini tidak akan menganggu ketentraman rumah tangga Robby dan Ria?"
"Karena Ria sendiri yang minta, tentu semua akan baik-baik saja." jelasku sedikit ragu. Karena kalau urusan ketentraman, aku yakin rumah tangga Ria saat ini sedang kacau. Semua karena kebohongan Robby.
"Baiklah kalau begitu,. Terserah dik Meysha saja. Mbak bersedia...."
Aku terlonjak gembira. Karena berhasil memenuhi janjiku pada Ria. Yaitu berusaha mempertemukan dia dan mbak Amy. Kini keduanya bersedia saling bertemu. Semoga pertemuan nanti tidak menimbulkan masalah baru.
Karena malam masih mudah, aku meneruskan perbincangan dengan mbak Amy. Salah satunya aku ingin menjelaskan rasa ingin tahu ku pada sikap mbak Amy saat kami di kedainya tadi siang. Dimana dia pura-pura tidak mengenal Robby dan Ria.
Mbak Amy tersenyum, "aku juga kaget saat melihat mereka. Tapi aku sengaja pura-pura tidak mengenali mereka karena tidak ingin membuat mereka salah tingkah dan jengah..."
"Memangnya mbak nggak lihat raut wajah mas Robby yang bingung dan tidak tenang?" tanyaku
"Lihat. Mbak juga lihat bagaimana pucatnya wajah Ria saat menatap Gilang dan Robby secara bergantian. Itulah mengapa mbak menahan diri. Mbak juga tidak ingin Gilang mengetahui siapa ayahnya dengan cara seperti itu. Untungnya Robby dan Ria tidak berusaha menampilkan diri..."
"Mereka juga bingung. Karena jujur, mereka juga tidak menyangkah akan melihat dan bertemu Gilang. Sepertinya mereka benar-benar tidak menyangkah kalau mbak punya anak seperti Gilang," jelasku.
Mbak Amy mengangguk-angguk paham. Sepertinya dia sudah bisa meraba siapa yang akan di temuinya besok.
*****
Esok harinya, pagi sekali aku menelpon Ria, untuk memberitahukan tentang kesediaan mbak Amy untuk bertemu. Suara Ria terdengar excited. Dia ingin bertemu sore itu juga, di rumahku. Aku yang tidak punya rencana apa-apa hari itu, setuju-setuju saja.
"Beritahu mbak Amy kalau ini pertemuan 4 mata. Hanya antara aku dan dia saja..." kata Ria melalui telpon.
"Lha terus aku bagaimana?"
"Ya kamu jadi saksinya. Saksi pertemuan kami...."
"Ya itu artinya 6 mata dong."
"Iya.. 6 mata. Aku lupa tidak menghitung matamu...," terdengar suara tawa dari seberang.
Hatiku lega mendengar tawa Ria. Sepertinya dia sudah melupakan kesedihannya kemarin.
Sebelum menutup telpon, sekali lagi aku bertanya tentang ksungguhan Ria untuk bertemu mbak Amy. Ria mengiyakan dan meyakinkan diriku, kalau dia benar-benar ingin bertemu dan menjamin bahwa semua akan baik-baik saja.
Dalam hati aku terus menerus berdoa, semoga semua berjalan sesuai rencana.
*****
Mbak Amy sudah berada di rumahku ketika Ria datang. Aku menjadi saksi betapa dua wanita yang memiliki temperamen berbeda itu bisa saling tegang rasa. Kalau mbak Amy aku yakin dirinya tidak akan memuat ulah. Karena sikapnya yang dewasa dan bijaksana. Tapi Ria, aku was-was dan cemas karena dirinya. Tapi ternyata Ria pun tetap pada komitmennya.
Begitu Ria melihat mbak Amy dia langsung menghambur dan memeluknya. Mbak Amy membalas pelukan Ria dengan tak kalah hangatnya.
Aku menyuruh keduanya duduk. Mereka memilih duduk berdampingan, saling berhadapan. Ria membuka percakapan dengan ucapan maaaf.
"Aku benar-benar tidak menyangka Robby berbohong padaku. Maafkan aku, mbak. Jika saat itu aku tahu, mbak Amy mengandung anak Robby, aku pasti akan menyuruh Robby menikahi mbak..." saat mengatakan itu, aku melihat mata Ria berkaca-kaca.
Mbak Amy meminta agar Ria tidak membahas masalah itu lagi, "aku sudah memaafkan kalian sejak lama. Tidak ada sakit hati ataupun dendam. Nasib ku sudah tertulis seperti ini, aku menerimanya tanpa keluhan. Ku harap kalianpun seperti itu..... "
Tambahkan Komentar Sembunyikan