Kasih sayang wujud dalam bentuk perhatian. Dan perhatian terbaik adalah yang berjalan dua arah, timbal balik. Karena itu dalam bentuk Verb nya selalu di awali dengan kata 'Saling'. Saling memperhatikan. Apa jadinya jika sebuah perhatian hanya berjalan satu arah? Maka perhatian itu pun menjadi timpang dan berat sebelah. Tidak sedap dirasa.
Ini kisah nyata. Jangan tanya kejadiannya dimana. Tapi ini benar-benar terjadi. Dan saya menuliskannya di sini, agar menjadi pelajaran untuk kita semua.
Dulu, ada seorang janda yang memiliki seorang putra. Dia menyayangi anaknya itu dengan sepenuh hati dan perhatian. Setelah dewasa, si anak menikah dengan wanita pilihan nya dan beranak pinak. Si menantu ingin hidup terpisah dari mertuanya. Si janda pun membuatkan rumah dan memberikan sebidang ladang untuk dijadikan sumber nafkah. Dengan kerja keras, akhirnya si anak dan si menantu berhasil melipat gandakan ladang pemberian ibunya. Ladangnya pun merata di mana-mana.
Adapun si Janda, sejak berpisah dari anaknya, mengurus sendiri ladang yang hasilnya menjadi sumber penghidupannya. Karena tenaganya sebagai wanita tidak sesuai, dia selalu mengupah orang untuk pekerjaan di ladang. Pernah sekali karena tidak punya uang untuk mengupah orang, dia mendatangi rumah anaknya dan minta tolong agar di bantu. Tapi menantunya marah-marah dan menyuruh mertuanya menyuruh orang saja. Karena suaminya sibuk. Si mertua bilang kalau dia tak punya uang untuk mengupah.
Si menantu dengan kasar berkata, "kemana aja uang hasil ladang sebanyak itu? Boros bener. Uang segitu banyak habis."
Karena malu dilihat orang, akhirnya si Janda pun pergi tanpa menjawab pertanyaan si menantu. Tujuannya satu, kerumah tetangga untuk meminta tolong.
Istri tetangga yang kebetulan sedang memasak di dapur mengajak si janda masuk.
"Emak sudah makan?" tanya istri tetangga.
Dengan malu-malu si janda menjawab, kalau dia tak punya beras untuk di masak. Tanpa menunggu, si istri tetangga langsung menyiapkan nasi beserta lauk pauk dan mempersilahkan si janda makan. Dengan menahan malu, si Janda pun menyantap hidangan yang disiapkan.
Selesai makan si Janda memberitahu keperluannya. Bahwa dia datang untuk meminjam uang untuk beli beras dan untuk mengupah orang kerja di ladang. Si istri tetangga langsung mengambil sejumlah uang sebesar yang di inginkan si Janda.
"Untuk mengurus ladang, biar suami saya saja yang mengerjakan, mak. Jadi emak tak perlu repot mengurus orang kerja dan membayar upah."
"Mana bisa begitu, nduk. Tunggu musim depan ya...."
"Terserah emak saja. Yang penting jangan jadi pikiran," ucap si istri tetangga. "Oh ya, mak. Memang uang hasil panen yang kemarin kemana? Kan dapatnya ton-ton nan. Pasti banyak uang emak."
"Di pinjam cucuku si Irpan, untuk beli motor."
"Masa nggak ada sisanya mak. Musim panen masih 5 bulan lagi."
"Ada sisanya, tapi setiap kali mau beli bensin atau pulsa kan mintanya sama emak, nduk. Bukan si Irpan saja. Tapi si Santi juga."
"Santi kan suaminya kaya, mak. Masak masih minta uang sama emak juga?"
"Ya nggak tahu, nduk. Ya namanya cucu, kalau ada ya di kasih."
Si istri tetangga bisa memahami hati seorang nenek dan tidak bertanya apa-apa lagi. Ketika si Janda pamit pulang, dia membungkuskan nasi dan lauk pauk untuk makan malam si Janda. Di Janda terharu menerima kebaikan yang begitu besar.
"Kalau emak butuh apa-apa, kesini saja. Jangan sungkan."
Si Janda mengangguk haru. Lalu dia pun pamit pulang.
****
MALAMnya, si istri tetangga memberitahu suaminya tentang si Janda yang datang minta tolong uruskan ladang. Si suami tanpa banyak tanya menyanggupi.
"Heran aku bang, sama menantunya itu. Mertua datang minta tolong, bukannya di tolong. Padahal kan itu rezeki ya bang, karena emak kan jarang minta tolong pada mereka."
"Tapi si Mira itu ada benarnya juga. Dia pasti heran kenapa uang emak cepat sekali habis. Uang sebanyak itu bisa untuk biaya hidup 3 musim lho, yang."
"Ya kan dipinjam Irpan. Irpan kan anak Mira. Apa salahnya ketika emaknya nggak punya uang, dia balik ngasih atau minjemi."
"Irpan tidak bilang pinjam padaku. Dia bilang dibelikan nenek."
"Sama aja. Intinya uang emak habis untuk cucu nya. Cucu nya aja yang nggak tahu diri. Nenek sudah tua, hidup sendiri, cari makan sendiri, masih aja di repotin. Kalau susah dan tak punya uang, tak ada yang mau tahu."
"Bukan sepenuhnya salah cucu. Nenek juga salah. Harusnya dia menyimpan sebagian uangnya agar cukup hingga musim depan."
"Ya namanya nenek ke cucu. Kalau cucu minta nggak di kasih, ntar di katain pelit. Emak itu baik. Kalau punya uang, setiap lebaran anak kita pasti di kasih THR. Kalau panen pepaya juga kita di kasih. Jadi, besok abang bantu dia ya. Kasihan bang. Hitung-hitung membalas kebaikan emak."
"Nanti kalau anaknya tahu bagaimana? Aku nggak enak."
"Anaknya tidak perduli. Paling dia mikir abang diupah."
"Ya sudah kalau begitu. Besok abang ke ladang emak dulu. Ladang kita belakangan aja."
"Terima kasih. Abang baik sekali."
"Abang baiknya kan sama emak tetangga. Kok ayang yang senang? Jangan-jangan....."
Dengan gemas si istri mencubit lengan suaminya dengan mesra.
PESAN MORAL: Bagi seseorang, perhatian itu ada harganya. Ketika seseorang memperhatikan dirinya atau keluarganya, maka baginya wajib untuk membalas perhatian itu. Ini sikap yang langkah. Karena di zaman ini, orang lebih suka di beri perhatian tapi tak terpikir untuk memberikan perhatian. Kecuali diminta. Bahkan ada yang saat di minta pun tidak mau memberi. Karena merasa di tagih. Keterlaluan bukan?
Tambahkan Komentar Sembunyikan