Hidup wanita di era feminisme begitu bebas merdeka. Tidak ada lagi batasan. Tidak ada lagi pengkotak-kotakan. Para pengerak feminisme sedaya upaya berusaha meraih apa saja yang sanggup di raih tanpa harus terhalang oleh isu gender. Kamum pria yang semula menjadi penghalang, kini menepi untuk memberi ruang. Keluarga tidak lagi menjadi penghalang bagi putrinya untuk berkiprah di luar rumah. Apalagi bagi mereka yang memiliki tingkat sosial akademi yang tinggi, itu menjadi kesempatan untuk menjadi ajang pembuktian diri. Bahwa mereka bisa melakukan apapun dan tidak kalah dari pria. Sektor yang selama ini hanya menjadi monopoli para pria sudah mulai di rambah wanita. Salah satunya di sektor pendidikan.
Alkisah, ada seorang wanita yang lahir dari keluarga religius yang moderat dengan tingkat intelegensi yang tinggi. Dengan kemampuan yang di milikinya dan usaha yang sangat maksimal, dia berhasil mengapai posisi tertinggi di sektor pendidikan. Menjadi profesor Matematika di sebuah Universitas ternama. Sekaligus menjadi wanita pertama yang berhasil mencapai posisi itu di Universitas tersebut.
Dengan posisi dan status sosial akademi yang di milikinya, dia gencar mempromosikan persamaan gender. Bahwa wanita pada dasarnya tidak kalah dari pria dan berhak mendepatkan kesempatan yang sama tanpa melanggar kodratnya sebagai wanita.
Saat itu, meski tinggal di negara yang mayoritas warganya beragama Islam. Dia tidak terikat dengan tradisi berbusana muslim. Pakaiannya sederhana saja. Sopan dan elegan. Tidak ada rasa canggung baginya mengajar dengan memakai setelan blazer dan rok pendek atau sejenisnya selama tidak melanggar batas-batas kesopanan. Orang memandang dan menghargai dia karena kecerdasannya, bukan pakaiannya.
Meski dengan kesibukannya yang begitu padat, dia tetap aktif di lingkungan sosialnya. Simposium dan diskusi-diskusi bertema akademik dan pendidikan selalu di hadirinya. Terutama jika penyelengaranya para wanita.
Sehingga ketika para wanita di kampusnya ingin mengadakan pertemuan untuk membicarakan tentang peran wanita di kampus dan sejenisnya, dia yang paling pertama mendukung ide itu. Di tengah kesibukannya sebagai Profesor Matematika dia tetap meluangkan waktu untuk menghadiri pertemuan itu. Baginya, apapun akan dia lakukan demi para wanita.
Singkat cerita, berkumpullah dia dengan para wanita itu. Pertemuan yang bersifat internal itu di hadiri oleh dan hanya para wanita dari lingkungan kampus itu. Tanpa memandang kedudukan dan pangkat. Mereka duduk melingkar, saling berbagi ide dan buah pikiran masing-masing. Awalnya pembicaraan berkisar tentang masalah akademik, tentang peran wanita, dan masalah-masalah yang mereka hadapi di kampus.
Entah siapa yang memulai, tiba-tiba saja, pembahasan dalam diskusi itu berubah. Dari diskusi yang bertema akademik, menjadi diskusi tentang Islam dan nabi Muhammad shallallahu 'Alaihi wasallam. Dan dia tidak menyadarinya.
Jika saja dia tahu dari awal, bahwa mereka akan berdiskusi tentang agama dan tentang nabi Muhammad, dia pasti tidak akan datang. Karena selama ini, dia selalu tertutup dalam bahasan itu. Dia tidak suka mediskusinya dan tidak pernah ingin membicarakannya. Baginya ibadah agamanya adalah urusannya dengan tuhannya saja.
Tapi hari itu dia terjebak dalam diskusi tentang nabi Muhammad. Bukannya merasa enggan dan tidak suka, dia malah merasa tertarik. Dan menjadi pendengar yang baik. Wanita yang lain saling membagi pengetahuannya tentang nabi Muhammad disertai bacaan aya-ayat Al Quran dan Hadits sebagai sumber dalil.
Tiba-tiba muncul rasa cinta yang luar biasa pada nabi Shallallahu 'Alaihi wasallam membanjiri relung hadinya. Hati yang selama ini tertutup untuk bahasan mengenai Islam, Al Quran dan Nabi Muhammad itupun mulai terbuka. Hidayah Allah Subhanahu wa Ta'ala telah turun padanya. Saat itulah dia baru menyadari bahwa dia berada diantara para wanita yang berhijab. Dan dia satu-satunya wanita yang memakai rok pendek.
Begitulah, setelah hari itu dia mulai memperlajari Islam dengan lebih intensif. Mempelajari semuanya mulai dari belajar Al Quran, Fiqih, Tafsir, dan lain-lain. Dengan kecerdasannya yang cemerlang dia berhasil menghapal Al Quran dengan bacaan yang sempurna dan menerima ijasah sebagai penghapal Al Quran terbaik.
Dan selama itu dia masih mengenakan rok pendek, tidak ada seorangpun yang menghakiminya atau membullynya. Ketika dia harus berada di suatu tempat yang mengharuskan seorang wanita menutup auratnya rapat-rapat, mereka menyiapkan selimut atau jubah panjang untuk membalut tubuhnya.
Lalu ketika kemudian dia memutuskan berhijab, itupun adalah atas kesadarannya sendiri. Bukan karena paksaan atau tekanan dari pihak manapun.
Dan sekarang ini selain menjadi Profesor Matematika di sebuah Universitas ternama dia juga menjadi salah satu guru besar yang berhak memberikan ijasah pada mereka yang berhasil menghapal Al Quran juga di salah satu pusat pendidikan Islam ternama.
Ketika mengenang masa itu dia selalu berkata,"jika saat itu para wanita menilaiku berdasarkan penampilanku, aku tidak akan pernah memasuki tempat itu. Jika saat itu mereka melihat aku berdasarkan pakaian yang ku pakai, aku tidak akan diundang untuk belajar agama bersama mereka. Dan jika mereka melihatku sebagai wanita yang gencar mengerakkan faham feminisme, maka perjalanan hidupku tidak akan sampai di posisi ini. Tapi mereka, para wanita itu, melihatku seebagai apa adanya diriku. Dan menerimaku dengan tangan terbuka. Tanpa syarat dan tanpa tuntutan. Mereka merangkulku dengan semangat ukhuwah islamiyah."
Subhanallah....
Kisah ini adalah bukti bahwa jika Allah ingin memberikan hidayahnya pada seseorang maka hidayah itu akan mencari jalannya sendiri untuk sampai pada orang itu. Bisa dengan cara apapun dan melalui apapun. Bisa juga melalui kita....
Hal baik akan sampai dengan cara yang baik....#MirrorStory #mayzul #beyond
Tambahkan Komentar Sembunyikan